Thaharah

Minggu, 29 April 2018

Thaharah



BAB I
PENDAHULUAN
       I.            Latar belakang
Dalam Hukum Islam masalah bersuci (thaharah)  dan segala yang terkait dengannya termasuk amalan yang penting. Thaharah merupakan alat pembuka pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.Tetapi pada kenyataannya, sebagian umat islam masih kurang memahami dalam melaksanakan praktek thaharah secara benar. Oleh karena itu thahara tidak hanya cukup untuk diketahui, tetapi juga dipraktekan secara benar baik hadas maupun najis.
Untuk itu dalam makalah ini saya akan membahas tentang Thaharah(bersuci) dan segala aspek yang ada didalamnya.
    II.              I I.       Rumusan Masalah
1.     Apa Pengertian Thaharah ?
2.     Apa Dasar Hukum Thaharah ?
3.     Apa Saja Macam-macam Air  dan Pembagiannya ?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Thaharah
Thaharah (طهارة) dalam bahasa Arab bermakna An-Nadhzafah (النظافة), yaitu kebersihan. Thaharah dalam istilah para ahli fiqih adalah :
                        (عبارة عن غسل أعضاء مخصوصة بصفة مخصوصة), yaitu mencuci anggota tubuh tertentu dengan cara tertentu.
            (رفع الحدث و إزالة النجس), yaitu mengangkat hadats dan menghilangkan najis.[1]
Adapun menurut syara’ Thaharah adalah sesuatau yang dihitung sunnah untuk melaksanakan sholat, seperti wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.[2]
Firman Allah (Qs. Al-Baqarah [2]: 222 ). 
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ....
Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.( Qs. Al-Baqarah [2]: 222 )
 Sabda Nabi SAW ,
”kebersihan adalah setengah bagian keimanan. (Hr muslim dan Tirmidzi).[3]
            Adapun pengertian Thaharah menurut Para Imam Mujtahid adalah sebagai berikut :
1.      Al-Hanafiyah
Thaharah artinya bersih dari hadas atau najis. Pengertian bersih itu mencakup yang diusahakan oleh seseorang ataupun  tidak, seperti najis yang dapat hilang karena adanya air yang jatuh padanya.
2.      Al-Malikiyah
Thaharah adalah suatu sifat yang menurut pandangan syara’ membolehkan orang yang mempunyai sifat itu mengerjakan sholat dengan pakaian yang dikenakannya di tempat yang ia gunakan untuk mengerjakan sholat itu.
3.      Al-Syafi’iyah
Thaharah menurut syara memiliki dua pengertian : 1). Thahara itu ialah Melakukan suatu perbuatan yang searti dan serupa dengannya. 2). Thaharah adalah hilangnya hadas dan najis sekaligus.
4.      Al-Hanabilah
Thaharah menurut syara’ yaitu hilangnya hadas atau hilangnya najis atau hukum hadas dan najis itu sendiri.[4]
Thaharah (kebersihan/kesucian) lahiriah dan batiniah adalah sesuatu yang amat dipentingkan dalam ajaran Islam. Jadi bersih yang dimaksud disini adalah suatu keadaan yang tidak hanya menyangkut masalah bersih atau kotor saja, namun lebih kepada tujuan sahnya sebuah ibadah, selain itu kebersihan juga merupakan ciri muslim yang cukup menonjol dimana telah ditegaskan dalam sebuah maqolah bahwa kebersihan sebagian dari iman.[5]
·         Bersuci ada dua bagian yaitu :
1.      Bersuci dari hadast : khusus untuk badan, seperti mandi berwudu dan tayamum
2.      Bersuci dari najis : berlaku pada badan, pakaian, dan tempat.[6]
B.     Macam-macam Thaharah
Dalam istilah fiqih (ilmu yang membicarakan tentang hukum-hukum islam). Thaharah meliputi dua bagian yaitu thaharah lahiriah dan thaharah hukmiyah.
1.      Thaharah lahiriyah (suci dari najis)
Yaitu meliputi kebersihan tubuh, pakaian dan tempat sholat dari segala suatu yang najis. Yakni yang dianggap kotor oleh agama (tentang zat-zat najis). Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidak sucian secara lahiriyah.
2.      Thaharah hukmiyah (suci dari Hadas)
Yaitu sucinya seseorang dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Hadas kecil ialah keadaan tubuh seseorang yang menyebabkan ia tidak boleh sholat, tawaf dan sebagainya, sebelum berwudhu. Sedangkan Hadas besar (janabat) ialah keadaan tubuh seseorang yang menyebabkan ia tidak boleh sholat, membaca al-Quran dan sebagainya, sebelum ia mandi.
Jadi thaharah hukmiyah adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisikis memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakuka ibadah.
 Thaharah hukmiyah didapat dengan cara berwudhu' atau mandi janabah. [7][8]
C.    Dasar Hukum Thaharah
“Hai orang-orang yang beriman, Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur. (Qs. Al-Maidah :6)
D.    Macam-macam Air dan pembagiannya
Alat utama untuk bersuci dari najis dan bersuci dari hadas adalah air bersih. Untuk mengetahui apa saja yang dimaksud dengan air bersih yaitu :
1.      Air yang suci dan menyucikan
Yaitu air yang masih asli dan belum berubah warnanya, baunya, dan rasanya. Contohnya : air hujan, air laut , air sumur, air danau dan sebagainya. Semua air tersebut adalah suci dan menyucikan. Suci karena boleh diminum, menyucikan , karena boleh digunakan untuk berwudhu, mandi wajib atau menyucikan kembali sesuatu yang telah tersentuh najis.
2.      Air yang suci tetapi tidak menyucikan
Yaitu air bersih yang telah bercampur dengan suatu zat yang suci, sehingga warnanya atau baunya atau rasanya sudah tidak dapat lagi disebut air biasa(atau air mutlak dalam istilah fiqih). Contohnya air teh, air kopi, air gula dan sebagainya. Air tersebut walaupun suci (boleh diminum) namun tidak menyucikan dan tidak sah digunakan untuk wudhu atau mandi wajib.Dikecualikan dari perubahan yang terjadi atas air yang disebabkan oleh suatu yang memang tidak bisa diterpisahkan misalnya perubahan bau,warna dan rasa pada air yang lama tergenang atau mengalir pada batu blerang atau karena ikan-ikan didalamnya  dan sebagainya. Air tersebut masih tetap dianggap suci dan menyucikan walaupun telah mengalami perubahan.
Termasuk juga dalam kategori air suci dan mensucikan air yang dalam istilah lmu fiqih disebut air Musta’mal yaitu “air sedikt” bekas dipakai untuk bersuci (berwudhu / mandi wajib). Air seperti ini, masih tetap boleh digunakan lagi untuk bersuci, selama tidak mengalami perubahan dalam salah satu dari ketiga sifat utamanya(warnanya, baunya, rasanya)
3.      Air yang tersentuh benda atau zat najis.
Air seperti ini banyak ataupun sedikit, tetap dinilai suci dan menyucikan selama tidak rusak salah satu dari ketiga sifatnya yang asli ( warna, bau, dan rasanya).[9] 



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Thaharah dalam bahasa Arab bermakna An-Nadhzafah , yaitu kebersihan diri dari kotoran seperti najis. Sedangkan menurut syara’ Thaharah adalah sesuatau yang dihitung sunnah untuk melaksanakan sholat, seperti wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.
Macam-macam thaharah yaitu Thaharah lahiriyah Yaitu meliputi kebersihan tubuh, pakaian dan tempat sholat dari segala suatu yang najis, dan Thaharah hukmiyah Yaitu sucinya seseorang dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah (kebersihan/kesucian) lahiriah dan batiniah adalah sesuatu yang amat dipentingkan dalam ajaran Islam. Tanpa adanya Thaharah mustahil akan terwujud ibadah yang dilakukan seseorang haruslah daam keadaan yang suci untuk mencapai kesempurnaan.




Daftar Pustaka
1.      Ahmad Sarwat, Fiqih Thaharah (Du center,2009)
2.      Mahmud Syalthut, fiqih tujuh madzhab (Bandung : CV Pustaka Setia,2007)
3.      Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis(menurut Al-quran, As-Sunnah, dan Pendapat para ulama),( Bandung : PT Mizzan Pustaka, 2002)
4.      http://www.makalahlengkap.blogspot.co.id/2015/08/thaharah-bersuci-dan-macam-macamnya.html diakses pada tanggal 18-03-2018 pukul 18.58 WIB




[1] Sarwat Ahmad, Fiqih Thaharah (Du center,2009), hlm 21
[2] http://www.makalahlengkap.blogspot.co.id/2015/08/thaharah-bersuci-dan-macam-macamnya.html diakses pada tanggal 18-03-2018 pukul 18.58 WIB
[3] Bagir Al-Habsyi muhammad, Fiqih Praktis(menurut Al-quran, As-Sunnah, dan Pendapat para ulama),( Bandung : PT Mizzan Pustaka, 2002) hlm 47
[4] Syalthut mahmud, fiqih tujuh madzhab (Bandung : CV Pustaka Setia,2007), hlm 31-33
[5] http://www.makalahlengkap.blogspot.co.id/2015/08/thaharah-bersuci-dan-macam-macamnya.html diakses pada tanggal 18-03-2018 pukul 18.58 WIB
[6] Rasjid sulaiman, fiqih islam (Bandung : Sinar baru Al gensindo, 2017), hlm13
[7] Sarwat Ahmad dan Bagir Al-Habsyi muhammad , Fiqih Thaharah (Du center,2009), hlm 24
[8] Sarwat Ahmad dan Bagir Al-Habsyi muhammad, Fiqih Praktis(menurut Al-quran, As-Sunnah, dan Pendapat para ulama),( Bandung : PT Mizzan Pustaka, 2002), hlm 47
[9] Ibid., hlm 48-49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar